Desa Adat Bukit Jangkrik

Sebelum bertahtanya Raja Sri Kresna Kepakisan di Bali, dahulunya Desa Adat Bukit Jangkrik masih berupa hutan lebat sejalan dengan waktu dengan kedatangan Ida Sri Kresna Kepakisan ke Pulau Bali dan tinggal di Hutan Sabrang yang menjadi cikal bakal berdirinya Desa Samplangan yang sekarang dikenal dengan kelurahan Samplangan. Kurang lebih tahun 1357 - 1364 Masehi dimana Sri Aji Kresna Kepakisan merupakan Raja di Hutan Sabrang atau Samplangan. Sejak bertahtanya beliau Samprangan atau Samplangan menjadi Ibu Kota atau pusat pemerintahan di Bali.
Oleh karena Samprangan menjadi ibu kota kerajaan dan pusat pemerintahan, banyak masyarakat yang datang dan tinggal disana. Demikian pula keberadaan hutan yang ada di timur laut ibu kota kerajaan dirabas oleh masyarakat yang ingin membangun dekat dengan pusat pemerintahan. Masyarakat yang merabas hutan tersebut merupakan orang-orang kepercayaan dari Ida Sri Aji Kresna Kepakisan, yang terdiri dari beberapa warga marga, diantaranya : Arya Kloping, Arya Wang Bang Pinatih, Arya Pengalasan, Dangin, Pulesari, Abasan, Medura, Pande dan Pasek.


Pada saat masyarakat sedang istirahat di bawah bukit, ditengah malam terdengar suara jangkrik sangat nyaring dan merdu, membuat yang mendengar menjadi terkesima. Orang-orang yang ada dikaki bukit ingin tahu sumber datangnya suara jangkrik tersebut dan perlahan lahan mendaki bukit untuk mencari sumber dari datangnya suara jangkrik tersebut. Betapa kagetnya ketika dilihat ada seekor jangkrik yang sangat besar di atas sebuah batu, tampak bercahaya kemilau, membuat kagum orang yang melihatnya. Sejak saat itulah, lama kelamaan, setelah hutan habis ditebang dan dipakai sebagai tempat pemukiman daerah itu diberi nama Bukit Jangkrik. Oleh karena itulah sampai saat ini daerah tersebut diberi nama Desa Adat Bukit Jangkrik.


Kembali Ke Beranda